kusir dan kuda penarik delman
Jauh sebelum menjadi seorang kusir, ketika usianya masih sangat muda, seorang laki-laki menemukan seekor kuda tengah kebingungan di dekat jalan setapak menuju desanya. Kuda jantan terlihat gagah dan memiliki rambut lebat, warna bulunya putih bersih, menandakan ia sepertinya bukan kuda biasa.
Kuda putih itu hanya berputar-putar dan sesekali mengangkat kaki depannya ke atas. Pemuda yang melihat itu segera mendekati kuda putih yang gagah itu.
“Kuda gagah… apa kau merasa kehilangan sesuatu?” Tanya sang pemuda. Kuda tidak bisa menjawab dengan kata-kata. Ia hanya meringkik seraya mengangkat kaki. Berusaha memberitahu sesuatu, namun orang yang berdiri di hadapannya tidak mengerti sama sekali.
Akhirnya ia membawa kuda putih itu pulang, memberinya makan rumput yang segar dan minum, lalu memandikannya. Ia menunggu pemilik kuda itu mencarinya. Namun, setelah berbulan-bulah, tetap tidak ada satu orang pun yang mencari kuda putih yang gagah itu.
Sang pemuda pun membesarkan kuda itu dengan sepenuh hati. Kuda putih itu juga merasa sangat dekat dengan pemiliknya yang baru.
Hingga suatu hari sang pemuda kebingungan karena semua ternaknya mati terserang penyakit. Hanya kuda putih yang tersisa. Ia pun kebingungan bagaimana cara mencari uang karena yang ia miliki kini hanya seekor kuda.
Setelah berpikir cukup lama, dengan berat hati sang pemuda meminta temannya itu untuk membantunya menarik delman.
Setelah bersusah payah membuat kereta dari kayu, ia pun memasangkan kereta tersebut pada kuda putih. Kuda putih tampak bahagia bisa membantu pemuda yang kini menjadi kusirnya.
Dengan delman yang ia miliki, ia bisa mengangkut anak-anak yang hendak menuntut ilmu, ibu-ibu yang hendak ke pasar, dan para pria yang hendak pergi bekerja. Karena tidak ada delman di desa itu, kusir dan delmannya sangat laris dan sibuk. Dalam waktu singkat, ia pun dapat menghidupi dirinya yang tengah kesusahan.
Beberapa tahun berlalu, sang kusir menjadi tua, sama halnya dengan kuda putih penarik delman. Ia sudah tidak sekuat dulu lagi. Larinya sudah sangat pelan. Bahkan anak-anak yang hendak belajar tidak sabar dengan larinya yang sangat lambat. Ibu-ibu yang hendak ke pasar sudah tidak mau menggunakan jasanya lagi karena delman milik sang kusir sudah tidak dapat berlari cepat lagi.
Kini, tak ada satu orang pun yang mau menaiki delman milik sang kusir. Ia hanya menunggu di sisi jalan dan orang-orang lebih memilih menaiki transportasi lain yang lebih cepat. Saat itulah tiba-tiba kuda putih itu berkata pada sang kusir.
“Teman, sepertinya perjalananku hanya sampai di sini. Maaf telah membuatmu kecewa karena aku sudah tua dan tidak bisa berlari kencang lagi.”
“Aku tidak akan memaksamu berlari, teman. Maafkan aku telah membuatmu letih setiap hari.”
“Tidak… tidak… kau tidak memaksaku. Aku melakukan semua itu dengan sukarela. Ingat… kau telah menyelamatkanku waktu itu, hingga aku bisa hidup sampai saat ini. Belilah kuda yang baru, pemilikku sebelumnya membuatkanku sepatu dari emas dan kau bisa membeli beberapa ekor kuda dari situ.“
“Aku tidak menginginkan kuda yang banyak, aku hanya berharap kau baik-baik saja.” Namun, kuda putih itu terdiam dan tidak bergerak lagi untuk selamanya.
Sang kusir tersentak. Ia menyangka yang menjadi sepatu kuda putih miliknya itu adalah kuningan. Ternyata itu adalah sepatu emas. Mungkin pemilik kuda putih ini sebelumnya adalah seorang bangsawan kaya.
Kusir pun menjual sepatu emas itu dan membeli beberapa ekor kuda yang muda dan kuat. Ia pun kembali menarik delman dan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya