ayam hutan yang pandai
Di hutan ada seekor ayam hutan betina dengan tiga anaknya. Setiap hari ia berkeliling hutan mencari biji-bijian sebagai makanannya. Saat mencari makanan, sering kali ayam hutan itu harus menempuh perjalanan yang sulit.
Suatu hari ia harus menyeberangi sungai yang airnya deras. Ayam hutan tahu, kakinya yang kecil tak akan mampu menahan arus air sungai jika harus menyeberang sendirian.
Tak lama kemudian muncul seekor buaya. Tubuh buaya yang besar dan garang itu sempat membuat ayam hutan gemetar. Namun, demi mencari makanan untuk anak-anaknya, ia pun memberanikan diri.
“Buaya yang gagah, aku punya sebuah teka-teki. Jika kau sanggup menjawab teka-tekiku, makanlah aku. Namun, jika kau tidak bisa menjawab, maka antarkanlah aku ke seberang sana.”
“Baiklah” jawab buaya yang kebetulan sedang lapar itu.
“Apakah kau tahu ada berapa jumlah gigimu, Buaya?” tanya ayam hutan.
Buaya tercengang, ia tak menyangka pertanyaan ayam akan seperti itu, baginya pertanyaan ayam itu sangat sulit. Jika ia tahu akan ada yang bertanya mengenai giginya, ia bisa saja menghitung terlebih dahulu.
Tapi kini, ia tak mungkin menghitung saat ayam telah menanyakan itu. Buaya pun berpikir lama, mungkin ayam itu bukanlah ayam sembarangan. Buktinya ia tahu jumlah gigiku, gumamnya dalam hati.
Sementara, ayam bersikap tenang, seolah yakin bahwa buaya tidak akan bisa menjawab pertanyaannya. Dengan sabar, ayam menanti jawaban buaya di tepi sungai. Buaya terlihat uring-uringan, ayam hanya tertawa kecil melihat hal itu.
Ayam tahu, di antara semua binatang di hutan ini, buaya adalah hewan yang kemampuan menghitungnya paling lamban. Apalagi, buaya tidak pernah membersihkan giginya. Jadi, ayam sangat yakin bahwa buaya akan sulit menjawab pertanyaan itu.
“Baiklah, aku menyerah,” ujar buaya dengan wajah lesu. Ia pun mengantarkan ayam menyeberangi sungai. “Jadi sebenarnya, berapa jumlah gigiku?” Tanya buaya saat sudah berhasil membawa ayam menyeberang.
“Aku juga tidak tahu karena aku belum pernah menghitung,” jawab ayam sambil berlari. Hal ini tentu membuat buaya kesal karena merasa telah terperdaya karena kebodohannya sendiri.
Setelah cukup jauh berjalan, akhirnya ayam menemukan seonggok padi dan jagung petani yang berhasil dicuri oleh sekawanan burung merpati. Ayam berpikir sejenak.
Jika ia mengumpulkan padi dan jagung sendirian, ia tak akan sanggup mengumpulkannya. Ia tak bisa bertengger di atas dahan padi yang kecil, ia juga tak bisa bertengger di dahan jagung yang tinggi.
Ia pun memikirkan cara agar sekawanan burung itu berbagi makanan dengannya.
“Hai Burung, apakah kau tahu berapa jumlah padi dan jagung yang telah kalian kumpulkan?” tanya ayam hutan. Tidak ada satu burung pun yang menjawab pertanyaan ayam, mereka terdiam dan tampak menjadi kebingungan.
“Jika kalian tidak tahu jumlah padi dan jagungnya, bagaimana kalian bisa membagi rata dan adil.” Semua burung tampak makin kebingungan, betul juga apa yang Ayam katakan, gumam sekawanan burung.
“Baiklah, jika kalian tidak tahu jumlah semua padi dan jagung ini, aku akan membaginya untuk kalian dengan adil dan rata, namun aku juga akan mengambil sebagian untuk anak-anakku.” Sekawanan burung tampak setuju.
Lalu ayam merapikan jagung dan padi yang semula berserakan dengan kakinya yang bercakar. Ia pun mematuk dengan cepat. Setelah merasa mulutnya penuh, ia menyisihkan padi dan jagung itu.
Diulanginya hingga terkumpul beberapa onggok padi dan jagung yang membuat sekawanan burung menjadi senang karena mereka mendapatkan bagian yang sama. Sebagai upah, ayam pun membawa pulang padi dan jagung untuk anak-anaknya di rumah.